Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat deforestasi terbesar di dunia, dan di saat yang bersamaan memiliki jutaan orang yang keberlangsungan hidupnya tergantung pada hutan. Banyak di antara mereka hidup di komunitas adat, yang telah lama kurang memiliki hak dan kekuatan hukum atas tanah yang telah mereka gunakan dan lindungi selama beberapa generasi.

Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun lalu dapat secara efektif mengembalikan tata kelola hutan adat kepada komunitas adat. Namun sangatlah sulit untuk menentukan letak tanah-tanah adat di dalam peta-peta resmi, karena peta-peta tanah adat seringkali digambar secara manual atau terbuka untuk banyak interpretasi,

Menurut Hairul Sani, Research and Database Officer untuk Jari Borneo Barat Indonesia, sebuah NGO yang mendukung hak-hak tanah komunitas adat di Kalimantan Barat, kemampuan untuk membuat peta-peta digital telah mentransformasi usaha-usaha yang dia lakukan untuk menolong komunitas adat dalam mengadvokasi hak-hak mereka terhadap tanah. Kalimantan Barat merupakan salah satu wilayah dengan tingkat deforestasi terbesar di Indonesia, sebagian besar berasal dari ekspansi kelapa sawit.

Kami bertemu dengan Hairul pada bulan September, ketika WRI melakukan workshop pertama dari serangkaian workshop GIS (Geographic Information System) untuk lebih dari 30 organisasi masyarakat sipil di seluruh Indonesia. Peta-peta GIS merupakan salah satu cara yang paling jelas dan akurat untuk menyebarkan data geografis, dan dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat untuk menunjukkan batas-batas tradisional dan untuk menyelesaikan sengketa lahan di antara pemerintah dan para pengembang (developer).

Berkat pelatihan di dalam workshop tersebut, Hairul kini dapat membuat peta-peta GIS yang menunjukkan sengketa penggunaan lahan, menentukkan ulang batas-batas desa, dan menunjukkan potensi pelanggaran hukum. “Perbedaan terbesar sebelum dan setelah mengikuti pelatihan GIS yang diberikan WRI”, terang Hairul, “adalah saat ini saya dapat memfasilitasi konsultasi publik yang lebih efektif dengan masyarakat, dan juga dalam melakukan advokasi dengan pemerintah menggunakan peta-peta.”

Namun demikian bukan hanya organisasi Hairul yang dapat mengambil manfaat dari pemetaan GIS. Ketika melakukan pelatihan di Indonesia, kami menemukan empat manfaat dari pemetaan GIS:

Kiri-ke-kanan: Esa, Tiko, Rachmat, Hairul, dan Iriana, teknisi lapangan dari NGO di Indonesia yang mendukung komunitas masyarakat yang tergantung pada hutan di seluruh Indonesia, berlatih bagaimana menggunakan analisis GIS untuk memperkuat usaha mereka, selama pelatihan GIS yang dibuat oleh WRI, September 2013. Foto: WRI
Kiri-ke-kanan: Esa, Tiko, Rachmat, Hairul, dan Iriana, teknisi lapangan dari NGO di Indonesia yang mendukung komunitas masyarakat yang tergantung pada hutan di seluruh Indonesia, berlatih bagaimana menggunakan analisis GIS untuk memperkuat usaha mereka, selama pelatihan GIS yang dibuat oleh WRI, September 2013. Foto: WRI

1. Pemetaan GIS meningkatkan posisi tawar masyarakat lokal

Peta ini menunjukkan batas-batas seluruh desa di Kelurahan Sungai Kakap.
Peta ini menunjukkan batas-batas seluruh desa di Kelurahan Sungai Kakap.

Selama pelatihan, para peserta belajar untuk mendigitalkan data batas-batas tanah adat untuk menghasilkan peta digital. Menyajikan informasi tersebut dalam bentuk peta membuatnya lebih mudah untuk dimengerti dibandingkan dengan daftar titik-titik GPS, dan terlihat lebih meyakinkan ketimbang peta yang digambar secara manual. Masyarakat dapat menggunakan peta-peta tersebut dalam proses negosiasi sengketa wilayah.

Hairul membuat peta batas wilayah desa (di atas) dengan masyarakat di Kelurahan Sungai Kakap dan dengan mengumpulkan titik-titik GPS di lapangan. Dia kemudian mendigitalkan titik-titik tersebut untuk membuat peta tersebut, memberikannya sebuah studi awal yang terlihat lebih professional dari mana dia dapat mulai bekerja.

2. Masyarakat lokal dapat menggunakan pemetaan GIS untuk meningkatkan akurasi peta-peta pemerintah

Peta-peta di Indonesia seringkali dibuat oleh badan pemerintah atau organisasi riset yang bisa jadi jauh berbeda dari realitas di lapangan. Ketika masyarakat lokal dapat menyusun data dan analisis GIS mereka sendiri, hasilnya dapat membantu menunjukkan kekurangan di dalam peta dan data yang dibuat oleh pemerintah.

Usaha pemetaan yang dilakukan masyarakat biasanya menghasilkan peta yang dibuat secara manual yang menunjukkan lokasi landmark penting, penggunaan lahan tradisional, dan batas-batas desa. Mendigitalkan peta-peta tersebut menggunakan software GIS akan meningkatkan akurasi fitur dalam peta yang dibuat secara manual dengan menghubungkan mereka ke dalam sistem koordinasi geografis. Data tersebut kemudian dapat dikombinasikan dengan jenis data lainnya, seperti konsesi perusahaan atau klasifikasi hukum tanah, untuk menghasilkan analisis yang kuat yang dapat membantu menyelesaikan sengketa tanah.

Peta ini menunjukkan status hukum di dalam batas-batas wilayah Desa Singai Asam, dan membantu Hairul untuk menunjukkan banyak ketidakakuratan dalam peta-peta resmi pemerintah.
Peta ini menunjukkan status hukum di dalam batas-batas wilayah Desa Singai Asam, dan membantu Hairul untuk menunjukkan banyak ketidakakuratan dalam peta-peta resmi pemerintah.

Di dalam peta di atas, yang menunjukkan status hukum tanah di dalam batas-batas wilayah Desa Sungai Asam, Hairul menemukan banyak ketidakakuratan di dalam peta resmi pemerintah Kelurahan. Masyarakat dapat mengirimkan peta digital seperti ini kepada pemerintah bersamaan dengan permohonan untuk merevisi ulang peta-peta Kelurahan tersebut.

3. Pemetaan GIS membantu kita memahami persoalan dengan lebih baik.

Software pemetaan GIS dapat mengkombinasikan berbagai tipe informasi spasial untuk memahami sengketa lahan di masyarakat dengan lebih baik.

Di banyak konsultasi publik yang Hairul lakukan, ditemukan bahwa masyarakat tidak sadar akan konsesi-konsesi yang tengah berlaku atau bahkan klasifikasi hukum dari tanah yang mereka tempati. Hairul membuat peta digital tentang klasifikasi hukum tanah-tanah di Desa Sungai Asam sehingga masyarakat desa dapat melihat secara jelas status hukum dari tanah mereka dan menggunakan informasi tersebut untuk memastikan praktik penggunaan lahan yang benar.

Hairul membuat peta di bawah ini untuk menunjukkan di mana perusahaan beras pemerintah Kabupaten (biru), tumpang-tindih dengan konsesi perusahaan yang tengah berlaku (merah) di Desa Sungai Bemban, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Hairul memasukkan informasi tersebut di dalam peta klasifikasi hukum tanah untuk membantu menunjukkan potensi sumber persengketaan lahan. Hairul bertujuan untuk menggunakan peta tersebut untuk mengadvokasi dengan lebih baik praktik perencanaan tata ruang dan wilayah di pemerintah regional.

Peta ini menunjukkan batas-batas yang tumpang-tindih di antara lahan pemerintah untuk persawahan dengan konsesi perusahaan yang tengah berlaku di Desa Sungai Bemban, Kabupaten Kubu.
Peta ini menunjukkan batas-batas yang tumpang-tindih di antara lahan pemerintah untuk persawahan dengan konsesi perusahaan yang tengah berlaku di Desa Sungai Bemban, Kabupaten Kubu.

4. Pemetaan GIS memungkinkan penyebaran data yang lebih mudah

Peta-peta digital sangatlah mudah untuk disebarkan secara online kepada media, pemerintah, dan masyarakat umum ketika tata kelola data dan praktik penyebaran data yang baik dilakukan. Sebagai contohnya, ArcGIS Online memberikan cara yang mudah kepada para user untuk membuat dan menyebarkan peta interaktif secara online tanpa membutuhkan keahlian atau software GIS.

Seperti yang ditunjukkan oleh Hairul, lonjakan ketersediaan data dan penyebaran teknologi GIS dapat memberdayakan masyarakat di tingkat lokal untuk memperbaiki hak-hak tanah dan perlindungan hutan di dalam komunitas mereka sendiri. Pelatihan GIS yang dilakukan oleh WRI merupakan bagian dari pergerakkan yang lebih besar, selain itu, NGO terbesar di Indonesia yang bergerak di masyarakat lokal, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), tengah bekerja untuk mengkompilasi peta-peta digital tanah-tanah adat di seluruh Indonesia.

Kami berharap dapat terus melanjutkan pelatihan dan dukungan teknis kepada NGO lokal seperti Jari Borneo, untuk menyebarluaskan keahlian GIS dan memberdayakan masyarakat di seluruh Indonesia. Untuk Hairul, dia berencana untuk bekerja dengan lebih banyak desa untuk menghasilkan peta-peta digital yang dapat digunakan untuk mempengaruhi kebijakan perencanaan tata ruang dan wilayah di tingkat lokal. Kami sangat senang mendengar perkembangan yang dia lakukan dan akan terus memantau dia dalam beberapa bulan kedepan.

View this blog post in English, here.